SEJARAH AWAL DITEMUKAN KAMERA
Surat kabar
terkemuka di Inggris, The
Independent pada edisi 11 Maret 2006 sempat menurunkan sebuah
artikel yang sangat menarik bertajuk ”Bagaimana para inventor muslim mengubah
dunia.” The
Independent20 penemuan penting para ilmuwan Muslim menyebut
sekitar yang mampu mengubah peradaban umat manusia, salah satunya adalah
penciptaan kamera obscura.
Kamera
merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat manusia. Lewat jepretan
dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar
mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi pembuatan
kamera, kini dikuasai peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat
Muslim yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat.
GAMBAR 1
Jauh sebelum
masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah
dicetuskan seorang sarjana Muslim sekitar 1.000 tahun silam. Peletak prinsip
kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Muslim bernama Ibnu
al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M, al-Haitham berhasil menemukan sebuah
kamera obscura. Itulah salah satu karya al-Haitham yang paling menumental.
Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haithan bersama
Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera
obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari.
Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada
dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui
permukaan datar.
Kajian
ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat
ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah
diartikan sebagai ”ruang gelap”. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan
lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah
mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan
kepada para penonton.
“Kamera
obscura pertama kali dibuat ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham,
yang lahir di Basra (965-1039 M),” ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger
dalam karyanya berjudul The
eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz’s perspective.
Dunia
mengenal al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal lewat
bukunya bertajuk Kitab
al-Manazir (Buku optik). Untuk membuktikan teori-teori dalam
bukunya itu, sang fisikawan Muslim legendaris itu lalu menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau
lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau kamar gelap.
Bradley
Steffens dalam karyanya berjudul Ibn
al-Haytham:First Scientist mengungkapkan bahwa Kitab al-Manazir merupakan
buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. “Dia merupakan
ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke
dalam gambar dengan kamera obscura,” papar Bradley.
Istilah
kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar
abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501
-1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitham mulai mengganti lobang bidik
lensa dengan lensa (camera).
GAMBAR 2
Setelah
itu, penggunaan lensa pada kamera onscura juga dilakukan Giovanni Batista
della Porta (1535-1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera
obscura yang ditemukan al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh
Joseph Kepler (1571 – 1630 M). Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan
menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar
proyeksi gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).
Setelah
itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa
kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun
dari penemuan al-Haitham pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara
permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto
permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.
Tahun
1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari
tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam
perjalanan kamar gelapnya – yang dikonversi gerbong. Tahun 1888, George Eastman
mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Hitham dengan baik
sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah
mengikuti perkembangan teknologi.
Sebuah
versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat
terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga
digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah
penciptaan kamera obscura yang dicapai al-Haitham mampu mengubah peradaban
dunia.
Peradaban
dunia modern tentu sangat berutang budi kepada ahli fisika Muslim yang lahir di
Kota Basrah, Irak. Al-Haitham selama hidupnya telah menulis lebih dari 200
karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia.
Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat,
sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian ilmuwan Muslim di era
kejayaan Islam.
Sejarah Sang Penemu Kamera Obscura
GAMBAR 3
Kata kamera
yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara. Istilah itu muncul berkat kerja keras
al-Hatham. Bapak fisika modern itu terlahir dengan nama Abu Ali
al-Hasan Ibnu al-Hasan Ibnu al-Haitham di Kota Basrah, Persia, saat Dinasti
Buwaih dari Persia menguasai Kekhalifahan Abbasiyah.
Sejak
kecil al-Haitham ydikenal berotak encer. Ia menempuh pendidikan
pertamanya di tanah kelahirannya. Beranjak dewasa ia merintis kariernya sebagai
pegawai pemerintah di Basrah. Namun, Al-Haitham lebih tertarik untuk menimba
ilmu dari pada menjadi pegawai pemerintah. Setelah itu, ia merantau ke Ahwaz
dan metropolis intelektual dunia saat itu yakni kota Baghdad. Di kedua kota itu
ia menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar
hingga ke Mesir.
Al-Haitham
pun sempat mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar yang didirikan
Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah itu, secara otodidak, ia mempelajari hingga
menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri,
pengobatan, fisika, dan filsafat.
Secara
serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori
tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama
yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Konon, dia
telah menulis tak kurang dari 200 judul buku.
Dalam
salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen – begitu dunia Barat menyebutnya –
juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia
pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan,
gerhana, dan juga pelangi.
Keberhasilan
lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra
penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika ‘Bapak Optik’ dunia itu
mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil
bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara
ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat.
Teori
yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua
ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia
bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda
dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa
justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap
mata sehingga bisa terlihat.
Secara
detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf
di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil
bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan
menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil
penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan
membuat kaca mata.
Dalam
buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Light On Twilight Phenomena, al-Haitham
membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari
serta bayang-bayang dan gerhana.
Menurut
Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat
ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis
19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya
dan pembalikan cahaya.
Al-Haitham
juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di
Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Sayangnya, hanya
sedikit yang terisa. Bahkan karya monumentalnya, Kitab al-Manazhir , tidak
diketahui lagi keberadaannya. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang
ditulis dalam bahasa Latin. she/desy susilawati/heri ruslan
Era 1400 M Kurang lebih 400 tahun kemudian,
Leonardo da Vinci juga menulis mengenai fenomena yang sama. Namun, Battista
Della Porta, juga menulis hal tersebut sehingga dia yang dianggap sebagai
penemu prinsip kerja kamera melalui bukunya, Camera Obscura.
https://www.youtube.com/watch?v=sqZMs88fII8
Awal abad 17 Ilmuwan Italia, Angelo Sala menemukan
bahwa bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi
hitam. Bahkan saat itu, dengan komponen kimia tersebut ia telah berhasil
merekam gambar-gambar yang tak bertahan lama. Hanya saja masalah yang dihadapinya adalah menyelesaikan proses kimia seteah
gambar-gambar itu terekam sehingga permanen. d. Era tahun 1727 Pada 1727, Johan
Heinrich Schuize, profesor farmasi dari Universitas di Jerman juga menemukan
hal yang sama pada percobaan yang tak berhubungan dengan fotografi. Ia
memastikan bahwa komponen perak nitrat menjadi hitam karena cahaya dan bukan
oleh panas. e. Era tahun 1800 Pada tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang
berkebangsaan Inggris, bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra
yang telah melalui lensa pada kamera obscura yang sekarang ini disebut kamera,
tapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia berkonsentrasi sebagaimana juga
Schuize membuat gambar-gambar negative pada kulit atau kertas putih yang telah
disaputi komponen perak dan menggunakan cahaya matahari sebagai penyinaran.
Tahun 1824, setelah melalui berbagai proses penyempurnaan oleh berbagai negara,
akhirnya Joseph Nieephore Niepee, seorang lithograph berhasil membuat gambar
permanen pertama yang disebut “FOTO”.
Louis
Jacques Mande DAGUERRE (1787-1851)
Proses
daguerreotype adalah metode praktis pertama untuk mendapatkan gambar permanen
dengan kamera. Orang yang memberikan namanya pada proses dan menyempurnakan
metode menghasilkan gambar positif langsung pada pelat tembaga berlapis perak
adalah Louis Jacques Mande Daguerre, seorang seniman dan pelukis pemandangan
Prancis. Daguerre telah mulai bereksperimen dengan cara memperbaiki gambar yang
dibentuk oleh kamera obscura sekitar tahun 1824, tetapi pada tahun 1829 ia
menjalin kemitraan dengan Joseph Nicephore Niepce (1765-1833), seorang ilmuwan
dan penemu amatir Prancis yang, pada tahun 1826, telah berhasil mengamankan
gambar pemandangan dari jendelanya dengan menggunakan kamera obscura dan plat
timah yang dilapisi aspal. Niepce menyebut proses pembuatan gambarnya sebagai
heliography ("gambar matahari"), tetapi meskipun ia telah berhasil
menghasilkan gambar permanen menggunakan kamera, waktu pemaparannya sekitar 8
jam. Niepce kemudian meninggalkan pelat timah demi lembaran tembaga berlapis
perak dan menemukan bahwa uap dari yodium bereaksi dengan lapisan perak untuk
menghasilkan perak iodida, senyawa peka cahaya.
GAMBAR 4
Setelah
kematian Niepce pada tahun 1833, Daguerre terus bereksperimen dengan pelat tembaga
yang dilapisi perak iodida untuk menghasilkan gambar positif langsung. Daguerre
menemukan bahwa gambar laten pada pelat yang terbuka dapat dibawa keluar atau
"dikembangkan" dengan asap dari merkuri yang dihangatkan. Penggunaan
uap merkuri berarti bahwa gambar fotografi dapat dihasilkan dalam dua puluh
sampai tiga puluh menit daripada jam. Pada tahun 1837, Daguerre menemukan cara
untuk "memperbaiki" gambar fotografi dengan larutan garam biasa. Dua
tahun kemudian, dia mengikuti saran Sir John Herschel (1792-1871) dan
mengadopsi soda hiposulfat (sekarang tiosulfat soda) sebagai bahan pengikat.
Daguerre
mulai membuat gambar yang sukses menggunakan prosesnya yang disempurnakan dari
tahun 1837. Pada 19 Agustus 1839, pada sebuah pertemuan di Paris, Proses Daguerreotype
diungkapkan kepada dunia.
Di
Inggris, Richard Beard (1801-1885), mantan pedagang batu bara dan spekulator
paten, membeli paten untuk kamera cermin Alexander Wolcott dan menggunakan jasa
John Frederick Goddard (1795-1866), seorang ahli kimia, untuk menemukan cara
mengurangi waktu pemaparan menjadi kurang dari beberapa menit, sehingga
memungkinkan untuk mengambil potret daguerreotype. Pada 23 Maret 1841, Richard
Beard membuka studio potret daguerreotype pertama Inggris di Regent Street
London. Pada bulan Juni 1841, Beard membeli dari Daguerre hak paten untuk
proses daguerreotype di Inggris.
Tanggal 25 Januari 1839, William Henry Fox Talbot,
seorang ilmuwan Inggris memaparkan hasil penemuannya berupa proses fotografi
modern kepada Institut Kerajaan Inggris. Berbeda dengan Daguerre, ia menemukan
sistem negative-positif (bahan dasar: perak nitrat, diatas kertas). Walaupun
telah menggunakan kamera, sistem itu masih sederhana seperti apa yang sekarang
kita istilahkan: Contact Print (print yang dibuat tanpa pembesaran atau
pengecilan). Juni 1840, Talbot memperkenalkan Calotype perbaikan dari sistem
sebelumnnya juga menghasilkan negative diatas kertas. Dan pada Oktober 1847,
Abel Niepee de St Victor keponakan Niepee memperkenalkan penggunaan kaca
sebagai base negative menggantikan kertas. Pada januari 1850, seorang ahli
kimia Inggris Robert Bingham memperkenalkan penggunaan Collodion sebagai emulsi
foto yang saat itu cukup popular dengan sebutan WET_PLATE Fotografi. Setelah
berbagai perkembangan dan penyempurnaan, penggunaan rol film mulai dikenal.
Juni 1888, George Eastman seorang Amerika menciptakan revolusi fotografi dunia
hasil penelitiannya di tahun 1877. Ia menjual produk baru dengan merk KODAK berupa
sebuah kamera box kecil dan ringan yang telah berisi rol film (dengan bahan
kimia perak bromide) untuk 100 exposure. Bila seluruh film diguakan, kamera ini
yang diisi film dikirim ke perusahaan Eastman untuk diproses. Setelah itu
kamera dikirimkan kembali dan telah berisi rol film yang baru.
Berbeda dengan kamera masa itu yang besar dan
kurang praktis, produk baru tersebut memungkinkan siapa saja dapat memotret
dengan leluasa. Hingga kini perkembangan fotografi terus mengalami perkembangan
dan berevolusi menjadi film-film digital yang mutakhir tanpa menggunakan rol
film. Selanjutnya secara bertahap, fotografi berkembang ke arah penyempurnaan
teknik dan kualitas gambarnya sampai pada akhir abad ke-19 fotografi telah
mencapai kualitas hasil yang mendekati aslinya.
Pada
tahun 1901, Kodak memproduksi kamera bernama “Kodak Brownie” yang memang
ditujukan untuk kalangan masyarakat menengah. Kamera ini hanya memproduksi
gambar dengan warna hitam putih. Namun kamera ini menjadi sangat populer di
banyak kalangan karena kemudahannya ketika digunakan untuk memotret (user
friendly). Akhirnya setelah Kodak Brownie ini muncul, fotografi seakan
menemukan momentum untuk menjadi besar. Banyak produk baru keluar, seperti pada
tahun 1913, kamera 35 mm yang pertama keluar ke pasaran. Lalu pada tahun 1927
menyusul flash bulb yang dikeluarkan ke pasaran.
GAMBAR 5
Kodak memproduksi
kamera bernama "Kodak Brownie" yang memang ditujukan untuk kalangan
masyarakat menengah |
Penemuan
yang berlangsung secara terus menerus ini membuat para produsen kamera dan
perlengkapan penunjangnya berlomba – lomba untuk mengembangkan inovasi yang
dapat diterima di pasar, yang paling maju pada saat itu adalah Kodak. Pada
tahun 1941 Kodak mengeluarkan Kodak Color Negative Films. Sebuah penemuan yang
mengubah wajah fotografi hingga 20 tahun ke depan.
Bermain Upload di Fotografi Digital
Aktivitas
fotografi digital sebenarnya pertama kali dilakukan pada tahun 1960an. Uniknya,
hal ini bukan dilakukan oleh fotografer ataupun lembaga fotografi yang
profesional. NASA adalah lembaga astronot yang berasal dari Amerika yang
pertama kali melakukannya. Pada saat itu, Astronot merekam gambar dari bulan
melakukan scanning dan mengirimkannya ke bumi menjadi file digital. Itulah
aktivitas fotografi digital pertama kali di alam semesta yang tercatat dalam
sejarah.
Hal
yang dilakukan oleh NASA ini merupakan terobosan baru bagi ilmu fotografi. Pada
tahun 1981, Sony melakukan terobosan di bidang industri fotografi. Sony merilis
kamera yang diberi nama “Mavica”. Meskipun disebut sebagai kamera digital
pertama di dunia, namun sebenarnya cara kerja kamera ini tidak digital. Ia
menyertakan scanner di dalamnya yang berfungsi untuk mentransformasi data
analog ke dalam flash drive yang ada di dalamnya. Sekitar 7 tahun kemudian
barulah kamera digital tulen keluar. Kamera inii bernama Fuji DS1P yang benar –
benar merekam secara digital ke dalam memory card sebesar 16 MB. Sayangnya,
kamera ini tidak pernah dirilis di Amerika Serikat dan peminatnya di Jepang
sendiri sangat kurang.
Digital
kamera yang paling berpengaruh terhadap industri fotografi dunia dalah Nikon F-3.
Jenis kamera ini dirilis pada awal tahun 90-an dan langsung menjadi favorit
terutama bagi para jurnalis.
Keberadaan
kamera digital memang merubah wajah jurnalisme pada awal 90-an. Karena dengan
adanya kamera jenis ini, proses pembuatan berita menjadi lebih cepat. Bahkan
bagi para kontributor yang berada jauh dari kantor beritanya, bisa mengirim
file dengan cepat.bahkan produsen melihat peluang ini dengan cepat. Mereka
membuat The Digital News Camera (NC2000) pada tahun 1994, yang diperuntukkan
bagi para foto jurnalis di dunia. Untuk harga kamera ini sebenarnya relatif
mahal, pada waktu itu saja harganya lebih dari 15.000 US$. Walaupun begitu,
kamera ini tetap laris manis dikalangan fotografi jurnalis.
Pada
tahun 1996, 85% dari koran Amerika menganggap bahwa computer skill merupakan
hal paling utama selain journalist skill yang diperlukan oleh seorang jurnalis.
Hal ini seakan – akan menguatkan bahwa era digital fotografi telah dimulai.
Pada
awal tahun 2000-an, virus kamera digital ini menyebar dengan sanga luas. Para
produsen kamera seperti canonm Olympus, Kodak, Sony dan lainnya berlomba untuk
mengeluarkan kamera digitalnya. Bahkan handphone saja sudah memasukkan fitur
kamera di dalamnya. Ini merubah wajah fotografi menjadi sebuah kebutuhan primer
dalam kehidupan manusia sehari – hari.
Semakin
kesini, harga kamera digital yang mempunyai kualitas bagus semakin murah dan
mudah dijangkau oleh hampir semua kalangan. Hal ini dibarengi dengan
pengetahuan fotografi yang dengan mudah didapatkan lewat media sosial dan juga
internet. Kamera untuk fotografi bukan lagi menjadi hal yang eksklusif yang
hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang. Ini menimbulkan kecendrungan baru
bagi para fotografer. Salah satunya, adalah menjadikan internet sebagai senjata
utama mereka untuk melakukan peronal branding dan distribusi karya mereka.
GAMBAR 6
S Perkembangan Sinematografi
Seorang Sinematografer yang baik harus juga mengenal
dengan baik atau memahami alat yang akan dipakai dalam pembuatan sebuah film.
Karena Kamera hanyalah “alat Bantu” atau Tools saja maka seperti alat Bantu
yang lainnya juga kita sebagai Sinematografer yang memindahkan semua ilmu dan
pengetahuan kita lewat kamera tersebut. Artinya kamera harus menuruti kemauan
kita yang sudah menjadi visi sutradara dan visi cerita atau skenario.
Untuk
memahami kamera kita harus membaca buku prtunjuk dari setiap kamera yang akan
kita gunakan karena setiap industri kamera mempunyai tekhnologinya
sendiri-sendiri. Pada prinsipnya semua kamera sama dan hanyalah alat Bantu kita
mewujudkan gambar yang sesuai dengan yang di inginkan akan tetapi alangkah
baiknya jika pengguna sudah memahami kamera tersebut secara teknis dalam
petunjuk di bukunya (manual book).
Pada
masa sekarang kamera secara garis besar terbagi dalam tiga jenis dilihat dari
penggunaan bahan baku. Yaitu:
a. Motion Picture Camera atau kamera dengan
bahan baku seluloid baik 35 mm/16mm. Contoh kamera: Arriflex
435 Xtreme – 35 mm camera
b. Video Camera atau kamera dengan
bahan baku video tape. Contoh kamera: Sony HDV Video Camcorder
c. Digital camera atau kamera dengan
bahan baku digital/tapeless. Biasanya menggunakan CF card atau SD card bisa
juga dengan cakram seperti DVD. Contoh kamera: Sony EX3 – Digital
Camcorder.
v Teknologi Film Seluloide
a. Tahun
1864 film masih merupakan embrio. Film sebagai embrio merupakan
gabungan dari penemuan: teknologi mekanik, kimia, dan optik (lensa photografi).
Para pelopornya antara lain; Louis Ducos du Houron, Leonardo da Vinci, Thomas
Alfa Edison.
b. Thomas
Alfa Edison berhasil menciptakan sebuah alat kinetoscope atau
kotak berisi rangkaian gambar bergerak yang cara pengoperasiannya dengan
mengintip melalui lubang kecil pada salah satu sisinya.
c. Auguste
& Louis Lumiere (Lumiere bersaudara) berhasil
menciptakan Cinematographe yaitu
kamera film seluloide yang juga berfungsi sebagai proyektor. Alat ini hasil
modifikasi dari alat ciptaan Thomas Alfa Edison yaitu Cinematographe. Hal
ini menandai dimulainya era pertunjukan film untuk orang banyak.
d. Tanggal
28 Desember 1895 pertama kali di dunia puluhan orang berada dalam
satu ruangan guna menonton film yang diproyeksikan ke sebuah layar lebar.
Lumiere bersaudara menyewa Grand Cafe sebuah ruangan
bilyard tua di bawah tanah di Boulevard Des Capucines Paris yang kemudian
dikenal sebagai ruang bioskop pertama di dunia.
e. Gedung
Bioscope I di Amerika disebut Nickel-odeon. Artinya (5 sen dolar –
Arena pertunjukan). Tahun 1907 Leede Forest menemukan Audion (tabung
triode elektron) sebagai pelengkap peralatan proyektor.
f. Tahun
1926 Film berwarna (bisu) pertama berjudul Black
Pirate dengan sistem technicolour-trademark. Dalam era
film bisu, pertunjukan film umumnya diiringi musik secara langsung (live
music performance). Jadi sebenarnya film itu disajikan dengan suara, tidak
sepenuhnya hening.
g. Tahun
1927 dibuat film bersuara (backsound) berjudul “Don
Juan”. Film real audio pertama berjudul “The Jazz
Singer” (Sutradara: Alan Crosland, 1927, hitam putih) dengan pemeran
Al Johnson sutrada Alan Crosland. Inilah film pertama di dunia yang menyajikan
secara lengkap musik, dialog dan nyanyian.
h. Film
cerita panjang pertama di dunia yang dibuat dengan sistem Technicolor adalah Black
Pirate (Sutradara: Albert Parker, 1928, bisu) Technocolor kemudian
berkembang menjadi merk dagang dan digunakan sebagian besar film berwarna
sesudahnya. Dalam tahun 1920-1930 an film “bicara” belum tentu
berwarna dan sebaliknya.
i. Film
“bicara” pertama di Indonesia adalah “Terpakasa Menikah” (Sutradara, Penanata
Fotografi dan Suara: G. Krugners, 1932). Film itu dipromosikan
sebagai berikut: “100% bitjara dan njanji, lebih terang, bagoes, kocak dan
ramai dari Njai Dasima.....”
j. Tahun
1952 menandai awal produksi film berwarna pertama di
Indonesia Rodrigo de Villa (Sutradara Gregorio Fernandez,
Rempo Urip) seluruhnya dikerjakan di Studio LVN Manila Filipina. Mulai tahun
1968 baru muncul “musim warna” dalam produksi film Indonesia, semua film
diproduksi dengan full color hingga sekarang.
v Era Teknologi Video
Teknologi produksi film telah berkembang pesat hingga saat ini.
Ditemukannya pita video tahun 1970-an telah mengungguli film dari segi
kemudahan pembuatan (biaya produksi) sekaligus penyajiannya. Video dapat
merekam gambar dan suara sekaligus, sedangkan film seluloide hanya
dapat merekam gambar. Untuk merekam suara pada film seluloide digunakan medium
rekam lain semisal DAT (digital audio tape) secara terpisah.
Kelebihan lainnya adalah bobot kamera video yang relatif lebih
ringan dan mudah dioperasikan. Orang tidak harus mahir mengoperasikan kamera
film atau kamera video profesional (yang besar dan berat). Saat ini, hanya
dengan kamera handycam sebuah produk film bisa dengan mudah
diciptakan.
Ada tiga jenis kamera video sebagai alat perekam. Masing-masing
tipe menggunakan bahan perekam yang berbasis pita (kaset) video dengan kualitas
yang berbeda, yaitu: Pada teknologi video, dikenal dua format yang sudah
menjadi standar internasional yaitu format PAL dan format NTSC. Kedua format
ini tidak kompatible satu sama lain sebab satuan frame tiap
detiknya (frame per second/fps) berbeda. Format NTSC
jumlah frame tiap detiknya antara 29-30 sedangkan format PAL
jumlah frame tiap detiknya 25 buah. Hal ini harus diperhatikan
terutama pada saat akan mengeditnya maupun menayangkannya dalam player
tertentu, di mana tidak semua perangkat elektronik kompatible satu format
dengan format lainnya.
v Era Teknologi Digital
Pada saat ini hampir semua produk media elektronik sudah
menggunakan sistem teknologi digital, demikian halnya dengan
produk kamera video. Digitalisasi kamera video yaitu proses mengubah sinyal
gambar yang ditangkap lensa menjadi kode binner (pasangan
angka 0 dan 1 yang membangun sistem komputer seluruh dunia). Bahan perekam film
yang digunakan tidak lagi menggunakan pita kaset video tapi sudah dalam bentuk
piringan cakram optik dalam format CD, DVD, atau dalam bentuk stick/
disk memory hingga hardisk. Format file out put video yang
dihasilkan tidak hanya dalam bentuk .avi dan .dat, tapi sudah berkembang secara
variatif diantaranya .mpg1, mpg2, mov, flv, dan sebagainya.
Pada era digital ini, proses pengambilan (perekaman) gambar dan
suara video tidak selalu menggunakan kamera video shooting tetapi cukup melalui
pesawat handphone atau digital kamera foto yang memiliki
fasilitas kamera video, juga bisa menggunakan kamera web (webcam), kamera
tersembunyi (hidden camera) dalam bentuk kamera CCTV, kancing
baju, bollpoint, bross, dan sebagainya.