Senin, 14 Februari 2022

SEJARAH TEKNOLOGI VIDEO

SEJARAH AWAL DITEMUKAN KAMERA

Surat kabar terkemuka di Inggris, The Independent pada edisi 11 Maret 2006 sempat menurunkan sebuah artikel yang sangat menarik bertajuk ”Bagaimana para inventor muslim mengubah dunia.”  The Independent20 penemuan penting para ilmuwan Muslim menyebut sekitar yang mampu mengubah peradaban umat manusia, salah satunya adalah penciptaan kamera obscura.

Kamera  merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi pembuatan kamera, kini dikuasai peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat Muslim yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat.


GAMBAR 1   


Jauh sebelum masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Muslim sekitar 1.000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Muslim bernama Ibnu al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M,  al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura. Itulah salah satu karya al-Haitham yang paling menumental. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haithan bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.

Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ”ruang gelap”. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

“Kamera obscura pertama kali dibuat ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),” ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul  The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz’s perspective.

Dunia mengenal al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal lewat bukunya bertajuk  Kitab al-Manazir (Buku optik). Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, sang fisikawan Muslim legendaris itu lalu menyusun  Al-Bayt Al-Muzlim atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau  kamar gelap.

Bradley Steffens dalam karyanya berjudul  Ibn al-Haytham:First Scientist mengungkapkan bahwa  Kitab al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. “Dia merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura,” papar Bradley.

Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitham mulai mengganti lobang bidik lensa dengan lensa (camera).


GAMBAR 2 



Setelah itu,  penggunaan lensa pada kamera onscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535-1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 – 1630 M). Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).

Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada  1665 M.  Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitham pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.

Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya – yang dikonversi gerbong. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Hitham dengan baik sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.

Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia  II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.

Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada ahli fisika Muslim yang lahir di Kota Basrah, Irak. Al-Haitham selama hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia.  Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam.


Sejarah Sang Penemu Kamera Obscura


GAMBAR 3 



Kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni  qamara.  Istilah itu muncul berkat kerja keras al-Hatham. Bapak fisika modern itu   terlahir dengan nama Abu Ali al-Hasan Ibnu al-Hasan Ibnu al-Haitham di Kota Basrah, Persia, saat Dinasti Buwaih dari Persia menguasai Kekhalifahan Abbasiyah.

Sejak kecil al-Haitham ydikenal berotak encer. Ia  menempuh pendidikan pertamanya di tanah kelahirannya. Beranjak dewasa ia merintis kariernya sebagai pegawai pemerintah di Basrah. Namun, Al-Haitham lebih tertarik untuk menimba ilmu dari pada menjadi pegawai pemerintah. Setelah itu, ia merantau ke Ahwaz dan metropolis intelektual dunia saat itu yakni kota Baghdad. Di kedua kota itu ia menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar hingga ke Mesir.

Al-Haitham pun sempat mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar yang didirikan Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah itu, secara otodidak, ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat.

Secara serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku.

Dalam salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen – begitu dunia Barat menyebutnya – juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi.

Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika ‘Bapak Optik’ dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat.

Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haytham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat.

Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kaca mata.

Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul  Light On Twilight Phenomena, al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.

Menurut Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.

Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Sayangnya, hanya sedikit yang terisa. Bahkan karya monumentalnya, Kitab  al-Manazhir , tidak diketahui lagi keberadaannya. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin.   she/desy susilawati/heri ruslan

Era 1400 M Kurang lebih 400 tahun kemudian, Leonardo da Vinci juga menulis mengenai fenomena yang sama. Namun, Battista Della Porta, juga menulis hal tersebut sehingga dia yang dianggap sebagai penemu prinsip kerja kamera melalui bukunya, Camera Obscura.

 

https://www.youtube.com/watch?v=sqZMs88fII8

 


Awal abad 17 Ilmuwan Italia, Angelo Sala menemukan bahwa bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Bahkan saat itu, dengan komponen kimia tersebut ia telah berhasil merekam gambar-gambar yang tak bertahan lama. Hanya saja masalah yang dihadapinya adalah menyelesaikan proses kimia seteah gambar-gambar itu terekam sehingga permanen. d. Era tahun 1727 Pada 1727, Johan Heinrich Schuize, profesor farmasi dari Universitas di Jerman juga menemukan hal yang sama pada percobaan yang tak berhubungan dengan fotografi. Ia memastikan bahwa komponen perak nitrat menjadi hitam karena cahaya dan bukan oleh panas. e. Era tahun 1800 Pada tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang berkebangsaan Inggris, bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra yang telah melalui lensa pada kamera obscura yang sekarang ini disebut kamera, tapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia berkonsentrasi sebagaimana juga Schuize membuat gambar-gambar negative pada kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen perak dan menggunakan cahaya matahari sebagai penyinaran. Tahun 1824, setelah melalui berbagai proses penyempurnaan oleh berbagai negara, akhirnya Joseph Nieephore Niepee, seorang lithograph berhasil membuat gambar permanen pertama yang disebut “FOTO”.

Louis Jacques Mande DAGUERRE (1787-1851)

Proses daguerreotype adalah metode praktis pertama untuk mendapatkan gambar permanen dengan kamera. Orang yang memberikan namanya pada proses dan menyempurnakan metode menghasilkan gambar positif langsung pada pelat tembaga berlapis perak adalah Louis Jacques Mande Daguerre, seorang seniman dan pelukis pemandangan Prancis. Daguerre telah mulai bereksperimen dengan cara memperbaiki gambar yang dibentuk oleh kamera obscura sekitar tahun 1824, tetapi pada tahun 1829 ia menjalin kemitraan dengan Joseph Nicephore Niepce (1765-1833), seorang ilmuwan dan penemu amatir Prancis yang, pada tahun 1826, telah berhasil mengamankan gambar pemandangan dari jendelanya dengan menggunakan kamera obscura dan plat timah yang dilapisi aspal. Niepce menyebut proses pembuatan gambarnya sebagai heliography ("gambar matahari"), tetapi meskipun ia telah berhasil menghasilkan gambar permanen menggunakan kamera, waktu pemaparannya sekitar 8 jam. Niepce kemudian meninggalkan pelat timah demi lembaran tembaga berlapis perak dan menemukan bahwa uap dari yodium bereaksi dengan lapisan perak untuk menghasilkan perak iodida, senyawa peka cahaya.

GAMBAR 4 


Setelah kematian Niepce pada tahun 1833, Daguerre terus bereksperimen dengan pelat tembaga yang dilapisi perak iodida untuk menghasilkan gambar positif langsung. Daguerre menemukan bahwa gambar laten pada pelat yang terbuka dapat dibawa keluar atau "dikembangkan" dengan asap dari merkuri yang dihangatkan. Penggunaan uap merkuri berarti bahwa gambar fotografi dapat dihasilkan dalam dua puluh sampai tiga puluh menit daripada jam. Pada tahun 1837, Daguerre menemukan cara untuk "memperbaiki" gambar fotografi dengan larutan garam biasa. Dua tahun kemudian, dia mengikuti saran Sir John Herschel (1792-1871) dan mengadopsi soda hiposulfat (sekarang tiosulfat soda) sebagai bahan pengikat.

Daguerre mulai membuat gambar yang sukses menggunakan prosesnya yang disempurnakan dari tahun 1837. Pada 19 Agustus 1839, pada sebuah pertemuan di Paris, Proses Daguerreotype diungkapkan kepada dunia.

Di Inggris, Richard Beard (1801-1885), mantan pedagang batu bara dan spekulator paten, membeli paten untuk kamera cermin Alexander Wolcott dan menggunakan jasa John Frederick Goddard (1795-1866), seorang ahli kimia, untuk menemukan cara mengurangi waktu pemaparan menjadi kurang dari beberapa menit, sehingga memungkinkan untuk mengambil potret daguerreotype. Pada 23 Maret 1841, Richard Beard membuka studio potret daguerreotype pertama Inggris di Regent Street London. Pada bulan Juni 1841, Beard membeli dari Daguerre hak paten untuk proses daguerreotype di Inggris.

Tanggal 25 Januari 1839, William Henry Fox Talbot, seorang ilmuwan Inggris memaparkan hasil penemuannya berupa proses fotografi modern kepada Institut Kerajaan Inggris. Berbeda dengan Daguerre, ia menemukan sistem negative-positif (bahan dasar: perak nitrat, diatas kertas). Walaupun telah menggunakan kamera, sistem itu masih sederhana seperti apa yang sekarang kita istilahkan: Contact Print (print yang dibuat tanpa pembesaran atau pengecilan). Juni 1840, Talbot memperkenalkan Calotype perbaikan dari sistem sebelumnnya juga menghasilkan negative diatas kertas. Dan pada Oktober 1847, Abel Niepee de St Victor keponakan Niepee memperkenalkan penggunaan kaca sebagai base negative menggantikan kertas. Pada januari 1850, seorang ahli kimia Inggris Robert Bingham memperkenalkan penggunaan Collodion sebagai emulsi foto yang saat itu cukup popular dengan sebutan WET_PLATE Fotografi. Setelah berbagai perkembangan dan penyempurnaan, penggunaan rol film mulai dikenal. Juni 1888, George Eastman seorang Amerika menciptakan revolusi fotografi dunia hasil penelitiannya di tahun 1877. Ia menjual produk baru dengan merk KODAK berupa sebuah kamera box kecil dan ringan yang telah berisi rol film (dengan bahan kimia perak bromide) untuk 100 exposure. Bila seluruh film diguakan, kamera ini yang diisi film dikirim ke perusahaan Eastman untuk diproses. Setelah itu kamera dikirimkan kembali dan telah berisi rol film yang baru.

Berbeda dengan kamera masa itu yang besar dan kurang praktis, produk baru tersebut memungkinkan siapa saja dapat memotret dengan leluasa. Hingga kini perkembangan fotografi terus mengalami perkembangan dan berevolusi menjadi film-film digital yang mutakhir tanpa menggunakan rol film. Selanjutnya secara bertahap, fotografi berkembang ke arah penyempurnaan teknik dan kualitas gambarnya sampai pada akhir abad ke-19 fotografi telah mencapai kualitas hasil yang mendekati aslinya.

Pada tahun 1901, Kodak memproduksi kamera bernama “Kodak Brownie” yang memang ditujukan untuk kalangan masyarakat menengah. Kamera ini hanya memproduksi gambar dengan warna hitam putih. Namun kamera ini menjadi sangat populer di banyak kalangan karena kemudahannya ketika digunakan untuk memotret (user friendly). Akhirnya setelah Kodak Brownie ini muncul, fotografi seakan menemukan momentum untuk menjadi besar. Banyak produk baru keluar, seperti pada tahun 1913, kamera 35 mm yang pertama keluar ke pasaran. Lalu pada tahun 1927 menyusul flash bulb yang dikeluarkan ke pasaran.

GAMBAR 5


Kodak memproduksi kamera bernama "Kodak Brownie" yang memang ditujukan untuk kalangan masyarakat menengah

Penemuan yang berlangsung secara terus menerus ini membuat para produsen kamera dan perlengkapan penunjangnya berlomba – lomba untuk mengembangkan inovasi yang dapat diterima di pasar, yang paling maju pada saat itu adalah Kodak. Pada tahun 1941 Kodak mengeluarkan Kodak Color Negative Films. Sebuah penemuan yang mengubah wajah fotografi hingga 20 tahun ke depan.

 

Bermain Upload di Fotografi Digital

Aktivitas fotografi digital sebenarnya pertama kali dilakukan pada tahun 1960an. Uniknya, hal ini bukan dilakukan oleh fotografer ataupun lembaga fotografi yang profesional. NASA adalah lembaga astronot yang berasal dari Amerika yang pertama kali melakukannya. Pada saat itu, Astronot merekam gambar dari bulan melakukan scanning dan mengirimkannya ke bumi menjadi file digital. Itulah aktivitas fotografi digital pertama kali di alam semesta yang tercatat dalam sejarah.

Hal yang dilakukan oleh NASA ini merupakan terobosan baru bagi ilmu fotografi. Pada tahun 1981, Sony melakukan terobosan di bidang industri fotografi. Sony merilis kamera yang diberi nama “Mavica”. Meskipun disebut sebagai kamera digital pertama di dunia, namun sebenarnya cara kerja kamera ini tidak digital. Ia menyertakan scanner di dalamnya yang berfungsi untuk mentransformasi data analog ke dalam flash drive yang ada di dalamnya. Sekitar 7 tahun kemudian barulah kamera digital tulen keluar. Kamera inii bernama Fuji DS1P yang benar – benar merekam secara digital ke dalam memory card sebesar 16 MB. Sayangnya, kamera ini tidak pernah dirilis di Amerika Serikat dan peminatnya di Jepang sendiri sangat kurang.

Digital kamera yang paling berpengaruh terhadap industri fotografi dunia dalah Nikon F-3. Jenis kamera ini dirilis pada awal tahun 90-an dan langsung menjadi favorit terutama bagi para jurnalis.

Keberadaan kamera digital memang merubah wajah jurnalisme pada awal 90-an. Karena dengan adanya kamera jenis ini, proses pembuatan berita menjadi lebih cepat. Bahkan bagi para kontributor yang berada jauh dari kantor beritanya, bisa mengirim file dengan cepat.bahkan produsen melihat peluang ini dengan cepat. Mereka membuat The Digital News Camera (NC2000) pada tahun 1994, yang diperuntukkan bagi para foto jurnalis di dunia. Untuk harga kamera ini sebenarnya relatif mahal, pada waktu itu saja harganya lebih dari 15.000 US$. Walaupun begitu, kamera ini tetap laris manis dikalangan fotografi jurnalis.

Pada tahun 1996, 85% dari koran Amerika menganggap bahwa computer skill merupakan hal paling utama selain journalist skill yang diperlukan oleh seorang jurnalis. Hal ini seakan – akan menguatkan bahwa era digital fotografi telah dimulai.

Pada awal tahun 2000-an, virus kamera digital ini menyebar dengan sanga luas. Para produsen kamera seperti canonm Olympus, Kodak, Sony dan lainnya berlomba untuk mengeluarkan kamera digitalnya. Bahkan handphone saja sudah memasukkan fitur kamera di dalamnya. Ini merubah wajah fotografi menjadi sebuah kebutuhan primer dalam kehidupan manusia sehari – hari.

Semakin kesini, harga kamera digital yang mempunyai kualitas bagus semakin murah dan mudah dijangkau oleh hampir semua kalangan. Hal ini dibarengi dengan pengetahuan fotografi yang dengan mudah didapatkan lewat media sosial dan juga internet. Kamera untuk fotografi bukan lagi menjadi hal yang eksklusif yang hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang. Ini menimbulkan kecendrungan baru bagi para fotografer. Salah satunya, adalah menjadikan internet sebagai senjata utama mereka untuk melakukan peronal branding dan distribusi karya mereka.


GAMBAR 6 


S                    Perkembangan Sinematografi

Seorang Sinematografer yang baik harus juga mengenal dengan baik atau memahami alat yang akan dipakai dalam pembuatan sebuah film. Karena Kamera hanyalah “alat Bantu” atau Tools saja maka seperti alat Bantu yang lainnya juga kita sebagai Sinematografer yang memindahkan semua ilmu dan pengetahuan kita lewat kamera tersebut. Artinya kamera harus menuruti kemauan kita yang sudah menjadi visi sutradara dan visi cerita atau skenario.

Untuk memahami kamera kita harus membaca buku prtunjuk dari setiap kamera yang akan kita gunakan karena setiap industri kamera mempunyai tekhnologinya sendiri-sendiri. Pada prinsipnya semua kamera sama dan hanyalah alat Bantu kita mewujudkan gambar yang sesuai dengan yang di inginkan akan tetapi alangkah baiknya jika pengguna sudah memahami kamera tersebut secara teknis dalam petunjuk di bukunya (manual book).

Pada masa sekarang kamera secara garis besar terbagi dalam tiga jenis dilihat dari penggunaan bahan baku. Yaitu:

a.      Motion Picture Camera atau kamera dengan bahan baku seluloid baik 35 mm/16mm. Contoh kamera: Arriflex 435 Xtreme – 35 mm camera

b.      Video Camera atau kamera dengan bahan baku video tape. Contoh kamera: Sony HDV Video Camcorder

c.       Digital camera atau kamera dengan bahan baku digital/tapeless. Biasanya menggunakan CF card atau SD card bisa juga dengan cakram seperti DVD. Contoh kamera: Sony EX3 – Digital Camcorder.

 

v  Teknologi Film Seluloide

a.       Tahun 1864 film masih merupakan embrio. Film sebagai embrio merupakan gabungan dari penemuan: teknologi mekanik, kimia, dan optik (lensa photografi). Para pelopornya antara lain; Louis Ducos du Houron, Leonardo da Vinci, Thomas Alfa Edison.

b.      Thomas Alfa Edison berhasil menciptakan sebuah alat kinetoscope atau kotak berisi rangkaian gambar bergerak yang cara pengoperasiannya dengan mengintip melalui lubang kecil pada salah satu sisinya.

c.       Auguste & Louis Lumiere (Lumiere bersaudara)  berhasil menciptakan  Cinematographe yaitu kamera film seluloide yang juga berfungsi sebagai proyektor. Alat ini hasil modifikasi dari alat ciptaan Thomas Alfa Edison yaitu Cinematographe. Hal ini menandai dimulainya era pertunjukan film untuk orang banyak.

d.      Tanggal 28 Desember 1895 pertama kali di dunia puluhan orang berada dalam satu ruangan guna menonton film yang diproyeksikan ke sebuah layar lebar. Lumiere bersaudara menyewa Grand Cafe sebuah ruangan bilyard tua di bawah tanah di Boulevard Des Capucines Paris yang kemudian dikenal sebagai ruang bioskop pertama di dunia.

e.       Gedung Bioscope I di Amerika disebut Nickel-odeon. Artinya (5 sen dolar – Arena pertunjukan). Tahun 1907 Leede Forest menemukan Audion (tabung triode elektron) sebagai pelengkap peralatan proyektor.

f.       Tahun 1926 Film berwarna (bisu) pertama berjudul Black Pirate dengan sistem technicolour-trademark. Dalam era film bisu, pertunjukan film umumnya diiringi musik secara langsung (live music performance). Jadi sebenarnya film itu disajikan dengan suara, tidak sepenuhnya hening.

g.       Tahun 1927 dibuat film bersuara (backsound) berjudul “Don Juan”. Film real audio pertama berjudul “The Jazz Singer” (Sutradara: Alan Crosland, 1927, hitam putih) dengan pemeran Al Johnson sutrada Alan Crosland. Inilah film pertama di dunia yang menyajikan secara lengkap musik, dialog dan nyanyian.

h.      Film cerita panjang pertama di dunia yang dibuat dengan sistem Technicolor adalah Black Pirate (Sutradara: Albert Parker, 1928, bisu) Technocolor kemudian berkembang menjadi merk dagang dan digunakan sebagian besar film berwarna sesudahnya. Dalam tahun 1920-1930 an film “bicara” belum tentu berwarna dan sebaliknya.

i.        Film “bicara” pertama di Indonesia adalah “Terpakasa Menikah” (Sutradara, Penanata Fotografi dan Suara: G. Krugners, 1932). Film itu dipromosikan sebagai berikut: “100% bitjara dan njanji, lebih terang, bagoes, kocak dan ramai dari Njai Dasima.....”

j.        Tahun 1952 menandai awal produksi film berwarna pertama di Indonesia Rodrigo de Villa (Sutradara Gregorio Fernandez, Rempo Urip) seluruhnya dikerjakan di Studio LVN Manila Filipina. Mulai tahun 1968 baru muncul “musim warna” dalam produksi film Indonesia, semua film diproduksi dengan full color hingga sekarang.

v  Era Teknologi Video

Teknologi produksi film telah berkembang pesat hingga saat ini. Ditemukannya pita video tahun 1970-an telah mengungguli film dari segi kemudahan pembuatan (biaya produksi) sekaligus penyajiannya. Video dapat merekam gambar dan suara sekaligus, sedangkan film seluloide hanya dapat merekam gambar. Untuk merekam suara pada film seluloide digunakan medium rekam lain semisal DAT (digital audio tape) secara terpisah.

Kelebihan lainnya adalah bobot kamera video yang relatif lebih ringan dan mudah dioperasikan. Orang tidak harus mahir mengoperasikan kamera film atau kamera video profesional (yang besar dan berat). Saat ini, hanya dengan kamera handycam sebuah produk film bisa dengan mudah diciptakan.

Ada tiga jenis kamera video sebagai alat perekam. Masing-masing tipe menggunakan bahan perekam yang berbasis pita (kaset) video dengan kualitas yang berbeda, yaitu: Pada teknologi video, dikenal dua format yang sudah menjadi standar internasional yaitu format PAL dan format NTSC. Kedua format ini tidak kompatible satu sama lain sebab satuan frame tiap detiknya (frame per second/fps) berbeda. Format NTSC jumlah frame tiap detiknya antara 29-30 sedangkan format PAL jumlah frame tiap detiknya 25 buah. Hal ini harus diperhatikan terutama pada saat akan mengeditnya maupun menayangkannya dalam player tertentu, di mana tidak semua perangkat elektronik kompatible satu format dengan format lainnya.

v  Era Teknologi Digital

Pada saat ini hampir semua produk media elektronik sudah menggunakan sistem teknologi digital, demikian halnya dengan produk kamera video. Digitalisasi kamera video yaitu proses mengubah sinyal gambar yang ditangkap lensa menjadi kode binner (pasangan angka 0 dan 1 yang membangun sistem komputer seluruh dunia). Bahan perekam film yang digunakan tidak lagi menggunakan pita kaset video tapi sudah dalam bentuk piringan cakram optik dalam format CD, DVD, atau dalam bentuk stick/ disk memory hingga hardisk. Format file out put video yang dihasilkan tidak hanya dalam bentuk .avi dan .dat, tapi sudah berkembang secara variatif diantaranya .mpg1, mpg2, mov, flv, dan sebagainya.

Pada era digital ini, proses pengambilan (perekaman) gambar dan suara video tidak selalu menggunakan kamera video shooting tetapi cukup melalui pesawat handphone atau digital kamera foto yang memiliki fasilitas kamera video, juga bisa menggunakan kamera web (webcam), kamera tersembunyi (hidden camera) dalam bentuk kamera CCTV, kancing baju, bollpoint, bross, dan sebagainya. 


TV WARNA 2